Kamis, 22 Januari 2009

Israel kejaaamm!!

hmm..
akku gkk ngerti apa" siiy tentang alasan kenapa israel meluncurkan serangan ke gaza atau permasalahan'a..
tapi akku bener prihatin!
apalagi sam anak"a!
Uuuhhh,,,

akku cuma bisa berdo'a buat mereka semua..
dan..
alhamdulillah..
tadi sekolahku mengadakan shalat gaib di Mesjid Agung Tasikmalaya..

Ya Allah..
semoga semua ini cepat berakhir..
Amien..

kenapa sich?!

tarif BBm kant udda turun dari tanggal 15 Januari 2009 kemaren.,

kenapa tarif angkot gkk turun" ea??
malahan.,
kemaren ada ibu" yang membayar dengan harga normal (harga sebelum BBM naek)!
jadi sangene dunk!
ea udda..
aku ge nuruttan!
Hhhee..

Penurunan Tarif Angkutan Umum Tidak Merata
Tarif angkutan umum mulai turun menyusul turunnya harga bahan bakar minyak (BBM). Meski demikian, tarif angkutan umum yang dikoordinasi oleh pihak swasta menyesuaikan penetapan tarif dengan kondisi masing-masing daerah. Sementara pengguna angkutan umum lainnya dapat menerapkan penurunan tarif meski tidak sebesar 10 persen.

Salah satu pihak swasta yang tidak menerapkan penurunan tarif adalah bus penumpang menuju bandar udara. Pasalnya, pengelola menetapkan tarif dengan patokan harga bahan bakar minyak Rp 4.300 per liter. Sedangkan pihak swasta daerah mengeluhkan punguatan liar yang makin marak. Ini juga kerap dijadikan alasan pengusaha angkutan enggan menurunkan tarif.

Pemerintah melalui Menteri Perhubungan sebelumnya telah menginstruksikan agar pengusaha transportasi juga menyesuaikan tarif menyusul turunnya harga BBM. Pada pekan lalu, pengusaha angkutan umum juga berjanji akan menurunkan tarif jika sudah mengadakan pertemuan.

Mulai 2009, SDN dan SMPN Gratis

Sekolah dasar dan sekolah menengah pertama negeri di seluruh Indonesia mulai 2009 akan digratiskan.
Menurut Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo, kebijakan ini ditempuh karena pemerintah sudah menaikkan dana Bantuan Operasional Sekolah lebih dari 50 persen dibanding tahun sebelumnya.

Namun Mendiknas tak menjelaskan secara rinci kapan kebijakan ini akan diberlakukuan. Pihak sekolah pun belum semuanya menerima pemberitahuan. Dan yang jelas, dana BOS 2009 belum turun. "Belum saya terima. Sudah diberitahu katanya mulai 2009 dana-dana itu diberikan per bulan," kata Kepala Sekolah SDN Benhil 12 Jakarta, Murliati.

Bagi orangtua siswa, sekolah gratis tentu menjadi berkah. Apalagi di saat kebutuhan hidup sekarang yang makin mahal. Pada 2009 ini, pemerintah menaikkan dana BOS untuk siswa SD di kabupaten menjadi Rp 397 ribu per anak dan SD di kota Rp 400.000 per anak. Sedangkan untuk siswa SMP di kabupaten sebesar Rp 575 ribu per anak, dan SMP di kota Rp 570 ribu per anak.




hmm.,
perasaan dari kemaren"..
tasik udda duluan gratis dech!!?
tapi ini 'the real of GRATISSS' kalee ea??
tanpa uang LKS dan Buku" laen'a!
amien..
mudah"an anak" yang tadiA gkk bisa sekola.,
sekarang jadi bisa.,
(yaiiaallaaa!)
*doenk*

Citizen Journalism

Fenomena Citizen Journalism dan Peran Blogger Indonesia bagi Jurnalistik Internet

Benar sekali apa yang dikatakan oleh Steve Outing dalam tulisannya "The 11 Layers of Citizen Journalism", istilah citizen journalism saat ini menjadi One of the Hottest Buzzword dalam dunia jurnalistik.

Rasanya ketinggalan jaman kalau sampai ketinggalan kata-kata ini. Citizen journalism diucapkan oleh siapapun yang mengamati perkembangan media, baik mereka yang berada di lingkaran dalam media seperti para praktisi, kru dan pemilik media, maupun mereka yang berada di luar media, seperti para pengamat media. Kurang gaul, rasanya, kalau sampai ketinggalan isu ini.

Bagi yang sudah lama mencermati dinamika dunia jurnalistik dari esensinya yang paling dalam, citizen journalism sebenarnya cuma masalah beda-beda istilah.

Spiritnya tetap sama dengan public journalism atau civic journalism yang terkenal pada tahun 80-an. Yaitu, perkara bagaimana menjadikan jurnalisme bukan lagi sebuah ranah yang semata-mata dikuasai oleh para jurnalis.

Dikuasai dalam arti diproduksi, dikelola, dan disebarluaskan oleh institusi media, atas nama bisnis ataupun kepentingan politis.

Lantas, apa bedanya fenomena public journalism dengan rame-rame soal citizen journalism sekarang ini? Ada. Perbedaannya, menurut saya, terletak pada kemajuan teknologi media sehingga semangat partisipatoris yang melibatkan publik dalam mendefinisikan isu semakin terakomodasi.

Selain itu, kemajuan teknologi media membuat akses publik untuk memasuki ranah jurnalistik semakin terbuka. Semangatnya, sekali lagi, tetap sama. Yaitu, mendekatkan jurnalisme pada publiknya. Bedanya, open source di masa sekarang semakin niscaya saja, ketika teknologi media kian berkembang.


Definisi Citizen Journalism

Pada dasarnya, tidak ada yang berubah dari kegiatan jurnalisme yang didefinisikan seputar aktivitas mengumpulkan, mengolah, dan menyebarluaskan berita. Citizen journalism pada dasarnya melibatkan kegiatan seperti itu.

Hanya saja, kalau dalam pemaknaan jurnalisme konvensional (tiba-tiba saja menjadi jurnalisme old school setelah citizen journalism muncul), yang melakukan aktivitas tersebut adalah wartawan, kini publik juga bisa ikut serta melakukan hal-hal yang biasa dilakukan wartawan di lembaga media. Karena itu, Shayne Bowman dan Chris Willis lantas mendefinisikan citizen journalism sebagai ‘…the act of citizens playing an active role in the process of collecting, reporting, analyzing, and disseminating news and information”.

Ada beberapa istilah yang dikaitkan dengan konsep citizen journalism. Public journalism, advocacy journalism, participatory journalism, participatory media, open source reporting, distributed journalism, citizens media, advocacy journalism, grassroot journalism, sampai we-media.

Civic journalism, menurut Wikipedia, bukan citizen journalism karena dilakukan oleh wartawan walau pun semangatnya tetap senada dengan public journalism, yaitu (lebih) mengabdi pada publik dengan mengangkat isu-isu publik.

Citizen journalism adalah bentuk spesifik dari citizen media dengan content yang berasal dari publik. Di Indonesia, istilah yang dimunculkan untuk citizen journalism adalah jurnalisme partisipatoris atau jurnalisme warga.

J.D. Lasica, dalam Online Journalism Review (2003), mengategorikan media citizen journalism ke dalam 5 tipe :

Audience participation (seperti komenter user yang diattach pada kisah-kisah berita, blog-blog pribadi, foto, atau video footage yang diambil dari handycam pribadi, atau berita lokal yang ditulis oleh anggota komunitas).
Situs web berita atau informasi independen (Consumer Reports, Drudge Report).
Situs berita partisipatoris murni (OhmyNews).
Situs media kolaboratif (Slashdot, Kuro5hin).
Bentuk lain dari media ‘tipis’ (mailing list, newsletter e-mail).
Situs penyiaran pribadi (situs penyiaran video, seperti KenRadio).


Ada dua hal setidaknya yang memunculkan corak citizen journalism seperti sekarang ini.

Pertama, komitmen pada suara-suara publik.
Kedua, kemajuan teknologi yang mengubah lansekap modus komunikasi.


Public journalism acap dikaitkan dengan konsep advocacy journalism karena beberapa media bergerak lebih jauh tidak saja dengan mengangkat isu, tetapi juga mengadvokasikan isu hingga menjadi sebuah "produk" atau "aksi" — mengegolkan undang-undang, menambah taman-taman kota, membuka kelas-kelas untuk kelompok minoritas, membentuk government watch, mendirikan komisi pengawas kampanye calon walikota, dan lain-lain.

Public atau citizen journalism juga dikaitkan dengan hyperlocalism karena komitmennya yang sangat luarbiasa pada isu-isu lokal, yang "kecil-kecil" (untuk ukuran media mainstream), sehingga luput dari liputan media mainstream.

Public journalism dengan model seperti ini mendasarkan sebagian besar inisiatif dari lembaga media. Kemajuan teknologi dan ketidakterbatasan yang ditawarkan oleh Internet membuat inisiatif semacam itu dapat dimunculkan dari konsumen atau khalayak.

Implikasinya cukup banyak, tidak sekadar mempertajam aspek partisipatoris dan isu yang diangkat.


Isu dan Implikasi Citizen journalism


Saya termasuk yang meyakini bahwa kemajuan teknologi (komunikasi) mengubah landscape atau ruang-ruang sosial kita.

Perkembangan citizen journalism belakangan ini menakjubkan buat saya—yang dibesarkan dalam tradisi Old School Journalism karena mengundang sejumlah implikasi yang tidak kecil.

Beberapa di antaranya, yang teramati oleh saya, adalah sebagai berikut:

Open source reporting: perubahan modus pengumpulan berita. Wartawan tidak menjadi satu-satunya pengumpul informasi. Tetapi, wartawan dalam konteks tertentu juga harus ‘bersaing’ dengan khalayak, yang menyediakan firsthand reporting dari lapangan.
Perubahan modus pengelolaan berita. Tidak hanya mengandalkan open source reporting, media kini tidak lagi menjadi satu-satunya pengelola berita, tetapi juga harus bersaing dengan situs-situs pribadi yang didirikan oleh warga demi kepentingan publik sebagai pelaku citizen journalism.
Mengaburnya batas produsen dan konsumen berita. Media yang lazimnya memosisikan diri sebagai produsen berita, kini juga menjadi konsumen berita dengan mengutip berita-berita dari situs-situs warga. Demikian pula sebaliknya. Khalayak yang lazimnya diposisikan sebagai konsumen berita, dalam lingkup citizen journalism menjadi produsen berita yang content-nya diakses pula oleh media-media mainstream. Oh my God, duniaaa….
Poin 1-2-3 memperlihatkan khalayak sebagai partisipan aktif dalam memproduksi, mengkreasi, mau pun mendiseminasi berita dan informasi. Pada gilirannya faktor ini memunculkan ‘a new balance of power’—distribusi kekuasaan yang baru. Ancaman power yang baru (kalau mau disebut sebagai ancaman) bagi institusi pers bukan berasal dari pemerintah dan ideologi, atau sesama kompetitor, tetapi dari khalayak atau konsumen yang biasanya mereka layani!
Isu profesionalisme: apakah setiap pelaku citizen journalism bisa disebut wartawan? Kenyataannya, citizen journalism mengangkat slogan everybody could be a journalist! Apakah blogger bisa disebut sebagai the real journalist?
Isu etika: apakah setiap pelaku citizen journalism perlu mematuhi standar-standar jurnalisme yang berlaku di kalangan wartawan selama ini sehingga produknya bisa disebut sebagai karya jurnalistik? Kita bicara soal kaidah jurnalistik yang selama ini diajarkan pada para wartawan—mungkinkah kaidah itu masih berlaku? Lazimnya, yang acap disentuh dalam wacana kaidah jurnalistik adalah soal objektivitas pemberitaan, dan kredibilitas wartawan/media.
Isu regulasi: perlukah adanya regulasi bagi pelaku citizen journalism? Kaitannya dengan etika, profesionalisme, komersialiasi, dan mutu content.
Isu ekonomi: munculnya situs-situs pelaku citizen journalism yang ramai dikunjungi menimbulkan konsekuensi ekonomi, yaitu pemasang iklan, yang jumlahnya tidak sedikit. Pers, menurut Jay Rosen pada dasarnya adalah media franchise atau public service franchise in journalism.
Kalau citizen media kini muncul dan juga bermain dalam ranah komersial, ini hanya merupakan konsekuensi ‘the enlarging of media franchise’. Isu ekonomi juga mengundang perdebatan lain. Kalau tadinya para kontributor citizen journalism memasukkan beritanya secara sukarela, kini mulai muncul perbincangan bagaimana seharusnya membayar mereka.


Ada bayaran, tentu ada standar yang harus dipatuhi sesuai bayarannya. Akhirnya, ini mengundang masuknya isu profesionalisme—sesuatu yang dalam konteks tertentu akhirnya malah ‘berlawanan’ dengan semangat citizen journalism.

Bagaimana nasib the old school journalism di masa depan dengan munculnya citizen journalism? Apakah tradisi old school journalism akan tetap bertahan di masa depan?

Itulah beberapa isu yang akan selalu diangkat dan didiskusikan dalam seminar mana pun yang berbicara ihwal citizen journalism.


Citizen Journalism di Indonesia

Saya mulai mengamati fenomena public journalism di pertengahan 1990-an. Satu hal yang menggelitik saya adalah apakah konsep development journalism atau jurnalisme pembangunan yang diajarkan dalam kurikulum studi jurnalistik tahun 1980-1995an (saya adalah salah satu produknya!) merupakan wujud public journalism? Saya putuskan, TIDAK.


Pertama, aspek partisipatorinya tidak nyata. Isu tetap diputuskan oleh media yang bersangkutan (acap atas ‘restu’ Departemen Penerangan)—walau slogan pembangunan, di manapun, selalu menyatakan mengabdikan diri pada kepentingan publik.

Kedua, ideologi jurnalisme pembangunan pada dasarnya adalah ideologi komunikasi pembangunan yang sudah bangkrut di tahun 80-an (dibangkrutkan oleh para penggagasnya sendiri seperti Everett M. Rogers), karena dianggap terlalu ideologis, utopis, dan totaliter.


Saya tertarik mengamati geliat citizen journalism di Indonesia lewat diskusi dengan teman-teman aktivis soal open source reporting yang tampaknya senada betul dengan tulisan-tulisan Pepih Nugraha di harian Kompas, yang mengangkat hal-ihwal participatory journalism.

Saya mengikuti Indonesiasatu.net yang memproklamirkan diri sebagai jurnalisme warga. Undangannya untuk menjenguk situs ini meyakinkan, tampilannya tergarap dengan baik (walau updatingnya lambat), ada profil warga teladan, tapi jujur saja saya kecewa karena tidak menemukan sesuatu yang berbeda dengan harian lain.

Ini seperti membaca berita lokal dari koran lokal yang bisa diakses lewat online media lokal, tanpa situs ini perlu memproklamirkan diri sebagai (sosok) pengusung jurnalisme warga.

Hyperlocalism yang saya bayangkan bukan seperti ini. Begitu banyak berita gado-gado tanpa struktur gagasan yang jelas, tanpa memperlihatkan pada pengunjung situsnya ini sebenarnya mau dibawa ke mana.

Ini murni open source reporting, tapi saya bertanya-tanya, apa ini wujud citizen journalism (alih-alih citizen reporting)?

Pesta Blogger Indonesia semakin menguatkan seruan citizen journalism. Menjamurnya blog di mana-mana memang fenomena luarbiasa - 13.000 blog didirikan setiap hari!.

Tapi, ketika mengunjungi beberapa blog yang katanya banyak di-hit, saya hanya mendapatkan curhat-curhat personal tanpa melihat apa pentingnya ini bagi publik? (Walau, jujur saja, saya menikmati curhat personal itu).

Atau, isu publik macam apa yang mestinya bisa dimaknai dari curhat personal tersebut? Saya beranggapan, blog memang membuka kemungkinan open source reporting, menjamurnya blog dan blogger adalah kondisi yang kondusif untuk memunculkan citizen journalism, tapi sekadar ngeblog saja tidak cukup untuk diberi predikat sudah ber-citizen journalism.


Citizen Journalism, dengan kata lain, is not that easy!

Dari beberapa fenomena tadi, saya belajar banyak hal. Salah satunya adalah soal isu. Saya belajar dari situ bahwa untuk masuk dalam dunia citizen journalism, tampaknya yang mesti dibawa bukan sekadar kemampuan standar pelaporan dan penyusunan berita ala 5W + 1 H.

Tapi juga persoalan bagaimana menjadikan isu ‘the public becomes personal, the personal becomes public’. Tanpa itu, saya pikir, publik cuma mendapatkan sederetan informasi tanpa makna.

Sebuah situs citizen journalism menjadi milik citizen, milik publik, kalau banyak pengunjungnya. Maka, pengelola citizen journalism harus mampu memelihara kandungan situsnya, dan mengundang partisipasi publik, untuk membuka diskusi dalam frame yang jelas (soal mutu, bolehlah diperdebatkan).

Tanpa semua ini, situs sebagus apapun, dan sebombastis apapun slogan jurnalismenya, hanya menjadi situs yang sunyi—diisi, ditonton, dikeploki oleh pengelolanya sendiri. Sayang, karena resources yang begitu potensial, jadi tersia-sia.

Bagaimanapun, saya gembira dengan fenomena baru dan tantangan serius yang dimunculkan oleh citizen journalism.

Saya kira efeknya akan baik buat keduanya, baik bagi publik maupun bagi media mainstream. Sebagaimana sistem pers kuat dibingkai dan dipengaruhi oleh local culture, saya juga percaya, wujud citizen journalism sendiri pada akhirnya akan bervariasi sesuai dengan local culture komunitas yang mengusungnya.

Prosesi Pelantikan Barack Obama

Washington, CyberNews. Prosesi pelantikan Barack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat ke-44 mengikuti tradisi pelantikan presiden AS sebelumnya. Obama disumpah di sayap barat Gedung Capitol, menghadap ke National Mall.

Pelantikan Presiden Obama ini menandai kali ke-56 seorang presiden diambil sumpahnya untuk masa jabatan selama empat tahun, sejak 1789 ketika George Washington dilantik untuk pertama kalinya.

Acara pelantikan ini - yang ditayangkan melalui televisi sejak 1949 - dihadiri oleh kerabat Obama, anggota kabinet yang terdahulu dan yang akan bertugas, anggota Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, dan tamu undangan lainnya. Sekitar dua juta orang memenuhi National Mall di Washington untuk melihat dan mendengarkan pidato pelantikan Obama pada tengah hari waktu setempat.

Saat diambil sumpahnya, Obama meletakkan tangannya di atas Injil yang pernah digunakan oleh Presiden Abraham Lincoln pada saat pelantikannya pada 1861. Tema pidato pelantikan Obama "A New Birth of Freedom" diangkat untuk memperingati 200 tahun kelahiran Presiden Abraham Lincoln.

"Tema ini berasal dari Pidato Gettysburg dan mencerminkan harapan Lincoln agar pengorbanan orang-orang yang membela bangsa harus menciptakan sebuah kebebasan yang baru bagi bangsa kita," demikian siaran pers Kedubes AS kepada SM CyberNews, Rabu (21/1)

Rangkaian acara pelantikan diawali di Philadelphia pada 17 Januari, di mana Obama mengendarai kereta api menuju Washington. Mengikuti jejak yang diambil oleh mantan Presiden Abraham Lincoln sebelum pelantikannya pada 1861, Obama dan Biden singgah di beberapa tempat dalam perjalanan sepanjang 219 kilometer untuk menyapa warga Amerika.

Kegiatan lain Obama selama pra-pelantikan adalah menghadiri misa gereja, menabur bunga di Pusara Tak Dikenal di Pemakaman Nasional Arlington, dan menonton konser bertabur bintang di tangga Gedung Lincoln Memorial pada 18 Januari.

Obama bersama dengan rakyat Amerika lainnya memperingati Hari Martin Luther King Jr pada 19 Januari dengan melakukan kegiatan pelayanan masyarakat. Obama mendorong rakyat Amerika memanfaatkan hari yang dimaksudkan untuk menghormati mendiang pemimpin hak-hak sipil, hari libur federal di mana sebagian besar sekolah dan bisnis tutup, untuk memberi pelayanan kepada masyarakat.

Seperti diketahui, pada 28 Agustus 1963, Martin Luther King, Jr. menyampaikan pidatonya berjuduil "I Have a Dream" di Lincoln Memorial, 45 tahun sebelum Obama menyampaikan pidato pelantikannya sebagai presiden Amerika pertama keturunan Afrika.

apa ea??binunt..

hmm.,
mau cerita apa ea??

oia!
tasik lage ujan teruss niiy!
dinginnn.,
becekk.,
jadi'a pengen bobo terus!
males"an ue..

pengen punya facebook!
ada yang bisa membantuku membuatnya????????
help me please,,
^_^


bingung ea klo kita harus di hadapkan pada 2 pilihan yang sulitt!?
kita milih yang ini.,
yang lain terluka.,
begitu sebaliknya..
so???

ato sekalian zza gkk usah 2'2 nya???
bener" binunt!!